+622518621834 esl@apps.ipb.ac.id

Resource And Environmental Economics

Dampak Peraturan Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) Terhadap Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia

Berita

Dampak Peraturan Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) Terhadap Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia

Bogor, 7 Februari 2025 Aisyah Sileuw dalam Kuliah Tamu yang disampaikan kepada Mahasiswa Departemen ESL Semester 6 yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pembekalan kepada mahasiswa mata kuliah capstone menyebutkan bahwa Uni Eropa (UE) secara resmi mengesahkan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) pada tahun 2023, yang bertujuan mencegah masuknya produk terkait deforestasi legal maupun ilegal ke pasar Eropa. Peraturan yang akan mulai berlaku efektif pada 30 Desember 2025 ini, akan memengaruhi berbagai komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit, kopi, kakao, karet, kayu, kedelai, dan daging sapi.

Sektor Pertanian Indonesia sebagai pemasok utama minyak sawit dunia (47% impor minyak sawit UE berasal dari Indonesia pada 2021), menghadapi tantangan besar dalam memenuhi standar EUDR. Peraturan ini mengharuskan semua produk yang masuk ke pasar UE terbukti bebas dari deforestasi pasca 31 Desember 2020, legal, terdokumentasi lengkap, dan memiliki sistem kebertelusuran (traceability) yang ketat. Persyaratan seperti pelaporan geolokasi lahan, pemisahan rantai pasok antara produk yang compliant dan noncompliant, serta bukti legalitas lahan menjadi beban administratif yang signifikan, terutama bagi petani kecil. Ketidaksiapan petani swadaya dalam memenuhi kriteria ini menjadi kekhawatiran utama.

Respon Indonesia dan Upaya Penyesuaian untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia bersama Malaysia membentuk Satgas EUDR guna memperjuangkan kepentingan petani kecil (Indonesian Smallholder/ISH) serta membahas kemungkinan penangguhan implementasi EUDR bagi mereka. Pemerintah Indonesia juga membangun sistem National Dashboard, sebuah platform digital untuk memantau dan merekam data kebertelusuran komoditas yang diekspor ke UE.Selain itu, percepatan program Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi petani swadaya menjadi fokus utama untuk memenuhi persyaratan legalitas lahan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan.

Implikasi bagi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan EUDR memunculkan dilema antara tuntutan perdagangan internasional dan perlindungan petani kecil di negara berkembang. Di satu sisi, kebijakan ini mendorong praktik pertanian berkelanjutan dan pelestarian hutan. Di sisi lain, tanpa dukungan yang memadai, petani kecil berpotensi kehilangan akses pasar global akibat ketidakmampuan memenuhi persyaratan kompleks.Namun, jika dimanfaatkan dengan baik, EUDR bisa menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola lahan, meningkatkan transparansi rantai pasok, dan mendorong adopsi pertanian ramah lingkungan di Indonesia. Keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sipil menjadi kunci keberhasilan transisi menuju sistem pertanian berkelanjutan yang tidak hanya memenuhi standar internasional tetapi juga menjaga kesejahteraan petani lokal.